fbpx

Sejarah Subdirektorat Layanan Disabilitas Universitas Brawijaya

Pendirian pusat layanan disabilitas di Universitas Brawijaya merupakan respon aktif kampus terhadap komitmen inklusif dan jaminan hak pendidikan untuk semua.

2012

PSLD UB berdiri sebagai lembaga ad hoc di bawah koordinasi rektor untuk menerima penyandang disabilitas. Di tahun yang sama, UB membuka seleksi afirmatif kepada difabel.

2014

UB menerima penghargaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia sebagai kampus inklusif.

2018

Universitas Brawijaya meresmikan Rumah Layanan Disabilitas sebagai sektretariat utama Pusat Studi dan Layanan Disabilitas.

2018

Salah satu pendiri Pusat Studi dan Layanan Disabilitas UB menerima penghargaan Anugerah Gantari di acara Kick Andy, MetroTV.

2020

Zero Project memberikan penghargaan kepada Universitas Brawijaya dengan inovasinya berupa seleksi afirmatif untuk penyandang disabilitas.

2023

Unit layanan disabilitas berada di bawah nauangan Direktorat Administrasi dan Layanan Akademik dengan nama resmi Subdirektorat Layanan Disabilitas.

Subdirektorat Layanan Disabilitas, atau sebelumnya dikenal dengan Pusat Studi dan Layanan Disabilitas Universitas Brawijaya (PSLD UB), adalah sebuah lembaga yang berfungsi sebagai pusat penelitian tentang isu-isu disabilitas dan pemberian layanan bagi penyandang disabilitas di Universitas Brawijaya. PSLD UB didirikan pada 19 Maret 2012. Hal ini dilatarbelakangi oleh keadaan di mana tidak adanya akses perguruan tinggi untuk penyandang disabilitas, padahal hak pendidikan non-diskriminatif bagi penyandang disabilitas dilindungi oleh Undang-Undang dan Konvensi Internasional.

Akibat terbatasnya akses pendidikan ke perguruan tinggi bagi penyandang disabilitas, maka kurang dari satu persen penyandang disabilitas mempunyai ijasah S1. Di Indonesia, model pendidikan bagi penyandang disabilitas masih secara segregatif yaitu dengan memberikan pendidikan secara khusus melalui sekolah luar biasa atau sekolah asrama. Model seperti ini memisahkan para difabel dengan non-difabel di lingkungan yang berbeda, sehingga setelah selesai masa studi para penyandang disabilitas masih kurang siap untuk membaur dengan lingkungan.

Akses menuju perguruan tinggi juga sulit ditembus oleh para penyandang disabilitas karena adanya persyaratan untuk masuk perguruan tinggi yang berbunyi “sehat jasmani dan rohani”, “tidak memiliki cacat tubuh”, atau varian istilah stigmatik dan diskriminatif lainnya. Hal ini juga terjadi di Universitas Brawijaya yang sebelumnya tidak ada sarana dan prasarana yang bisa diakses oleh para penyandang disabilitas. Pengetahuan masyarakat Brawijaya juga masih sedikit tentang isu-isu disabilitas, padahal salah satu filosofi identitas Universitas Brawijaya yang tertuang dalam lambang dan logo Universitas Brawijaya, yaitu dinamis, universal, dan keadilan.

Dalam perjalanannya sebagai lembaga layanan di dalam kampus, Pusat Layanan Disabilitas Universita Brawijaya juga menjalin kerja sama dengan berbagai institusi lain baik di lingkup nasional maupun internasional. Sejak pendiriannya, PLD UB memiliki kerja sama dengan Macquarie University, La Trobe University, British Council, The Asia Foundation, United Nations, USAID, AusAID, AIDRAN, pemerintah Indonesia, kementerian-kementerian, dan lainnya yang mencakup isu ketenagakerjaan inklusif, layanan publik inklusif, kebijakan nasional maupun regional dan lokal, hingga hal-hal mendasar seperti penghapusan stigma dan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas.

Open chat
1
Need help?
PLD UB
Hello, can we help you?