fbpx

History

Center for Disability Services, later known as Center for Disability Studies and Services, is an institution under Brawijaya University which provides services for persons with disabilities. CDS UB was established in 19 March 2012. CDS UB was established on March 19, 2012. This was motivated by a situation where there is no access to higher education for persons with disabilities, even though the right to non-discriminatory education is protected by the Indonesia’s 1945 Constitution and international conventions.

Akibat terbatasnya akses pendidikan ke perguruan tinggi bagi penyandang disabilitas, maka kurang dari satu persen penyandang disabilitas mempunyai ijasah S1. Di Indonesia, model pendidikan bagi penyandang disabilitas masih secara segregatif yaitu dengan memberikan pendidikan secara khusus melalui sekolah luar biasa atau sekolah asrama. Model seperti ini memisahkan para difabel dengan non-difabel di lingkungan yang berbeda, sehingga setelah selesai masa studi  para penyandang disabilitas masih kurang siap untuk membaur dengan lingkungan.

Akses menuju perguruan tinggi juga sulit ditembus oleh para penyandang disabilitas karena adanya persyaratan untuk masuk perguruan tinggi yang berbunyi “tidak memiliki cacat tubuh”. Hal ini juga terjadi di Universitas Brawijaya yang sebelumnya tidak ada sarana prasarana yang bisa diakses oleh para penyandang disabilitas. Pengetahuan masyarakat Brawijaya juga masih sedikit tentang isu-isu disabilitas, padahal salah satu filosofi identitas Universitas Brawijaya yang tertuang dalam lambang dan logo Universitas Brawijaya, yaitu dinamis, universal, dan keadilan.

With the initiative of several people who formed an advocacy team consisting of Fadillah Putra S.Sos, M.Sc, M.P.Aff, Slamet Thohari, S.Fil, MA, Ir. Agustina Shinta, MP, Patricia Audrey R, S.H, M.Kn, dr. Eko Nugroho, Sp.KFR , George Towar Ikbal Tawakkal, S.IP, M.Sc and Ulfah Fatmala Rizky who are completing undergraduate studies with the title Inclusive University Policy for Persons with Disabilities in collaboration with several institutions such as Laboratorium Kebijakan Publik dan Perencaan Pembangunan (LKP3) FIA UB, Pusat Kajian Kerjasama Selatan Selatan Universitas Brawijaya (PKSS UB), and Helen Keller International, with the aim of conducting an inclusive campus initiation for persons with disabilities, as well as making UB a pioneer of inclusive campus in Indonesia. The initial step taken by the advocacy team was the audience it conducted which aimed to incorporate inclusive programs into the policies of Universitas Brawijaya. The audience participants were the advocacy team, UB Rector (Prof. Dr. Ir. Yogi Sugito), Assistant Rector I (Prof. Dr. Ir. Bambang Suharto, MS), Head of BAAK UB, Head of BAU UB, and students with disabilities. Kebijakan Kampus Inklusif Bagi Penyandang Disabilitas (Studi tentang Advokasi KebijakanKampus Inklusif di Universita Brawijaya) bekerja sama dengan beberapa lembaga seperti Laboratorium Kebijakan Publik dan Perencanaan Pembangunan (LKP3) FIA UB, Pusat Kajian Kerjasama Selatan Selatan Universitas Brawijaya (PKKSS UB), dan Helen Keller International Indonesia, dengan tujuan untuk melakukan inisiasi kampus inklusif bagi penyandang disabilitas, serta menjadikan UB sebagai pelopor kampus inklusif di Indonesia. Langkah awal yang ditempuh oleh tim advokasi adalah dilakukannya audiensi yang bertujuan untuk memasukan program kampus inklusif ke dalam kebijakan Universitas Brawijaya. Adapun peserta audiensi, yaitu Tim advokasi,  Rektor UB (Prof. Dr. Ir. Yogi Sugito), Pembantu Rektor I UB (Prof. Dr. Ir. Bambang Suharto, MS), Kepala BAAK UB , Kepala BAU UB,  dan mahasiswa penyandang disabilitas.

Proses audiensi dilaksanakan pada tanggal 31 Januari 2012, pukul 10.00 WIB, dan bertempat di Ruang Rapat Rektorat Lantai 7. Dalam audiensi ini tim advokasi mengajukan beberapa grand design tentang kampus inklusif. Namun saat itu masih ada kekhawatiran tentang sarana dan prasarana serta sumber daya manusia untuk memfasilitasi para penyandang disabilitas. Karena sampai pada saat audiensi dilaksanakan,Universitas Brawijaya belum memiliki sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang memadai. Kekhawatiran ini juga dikemukakan oleh Kepala BAAK UB dengan sebuah pertanyaan,

“mana yang harus dipersiapkan terlebih dahulu, fasilitas penunjang di Universitas Brawijaya atau menerima penyandang disabilitas?”.

Sejalan dengan pertanyaan Kepala BAAK UB, BAU UB juga mengatakan bahwa

 “ saya rasa sarana dan prasarana di UB saat ini masih belum dapat menunjang kebutuhan penyandang disabilitas”.

Selain itu, Pembantu Rektor I UB juga mengungkapkan kekhawatiran yang sama melalui pertanyaan

“ bagaimana dengan perkuliahan?, apakah tenaga pengajar kita sudah siap untuk melayani mahasiswa penyandang disabilitas?”, (wawancara dengan Kepala BAAK UB, Kepala BAU UB, dan Pembantu Rektor I UB dalam audiensi pada tanggal 31 Januari 2012, di Ruang Rapat Rektor, Gedung Rektorat Lantai 7).

Kepala BAAK UB juga mengatakan bahwa,

“memang sudah seharusnya UB menerima penyandang cacat (penyandang disabilitas), tetapi, jika melihat sarana dan prasarana serta ketersediaan sumber daya manusia, saya rasa UB masih belum siap mba, walaupun saya sangat mendukung program ini” (wawancara dengan Kepala BAAK UB, tanggal 16 Januari 2012, Ruang Kepala BAAK UB).

Adapun Rektor UB lebih menekankan pada kelembagaan yang akan memfasilitasi mahasiswa penyandang disabilitas. Beliau mengatakan bahwa,

“perlu dibentuk suatu lembaga yang akan melaksanakan program-program dalam grand design, serta memfasilitasi mahasiswa penyandang disabilitas”.

Dari proses audiensi pada tanggal 31 Januari 2012, Rektor UB sepakat untuk menerima grand design kampus inklusif sebagai bagian dari kebijakan Universitas Brawijaya. Hasil yang dicapai dalam audiensi ini, yaitu :

  1. Mendirikan PSLD sebagai lembaga yang memfasilitasi penyandang disabilitas dan melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam grand design;
  2. Mengadakan SPKPD dan memberikan 20 kuota, sebagai salah satu langkah afirmatif untuk memberikan akses bagi penyandang disabilitas;
  3. Rektor UB juga akan memberikan beasiswa bagi mahasiswa penyandang disabilitas yang tidak mampu, seperti yang dikatakan oleh Rektor UB (Prof. Dr. Ir. Yogi Sugito) bahwa,

“bagi mahasiswa penyandang disabilitas yang tidak mampu, akan diprioritaskan untuk mendapatkan beasiswa” (wawancara dengan Rektor UB, tanggal 27 Pebruari 2012, di Ruangan Rektor UB). Pernyataan ini menjawab keresahan tim advokasi (peneliti) terkait dengan biaya SPP SPKPD yang cukup tinggi, karena disamakan dengan biaya SPP SPMK (Seleksi Penerimaan Minat dan Kemampuan).

Kemudian untuk mendapatkan kepastian hukum yang menjamin legalitas PSLD UB, tim advokasi membuat rancangan Surat Keputusan yang berisikan tentang fungsi, visi dan misi, struktur organisasi, dan personalia PSLD UB yang digambarkan sebagai berikut:

Fungsi

Sebagai pusat penelitian (studi) tentang isu-isu disabilitas dan pemberian layanan bagi penyandang disabilitas di Universitas Brawijaya

Vision

Membangun lingkungan Universitas Brawijaya yang ramah terhadap penyandang disabilitas

Mission

  1. Menyediakan akomodasi bagi penyandang disabilitas
  2. Melakukan penelitian tentang isu-isu disabilitas
  3. Enhancing academicians' awareness on disability issues;

Personalia

Ketua                        : Fadillah Putra S.Sos, M.Si, M.P.Aff

Sekretaris                  : Slamet Thohari, S.Fil, M.A

Bendahara              : Ir. Agustina Shinta, MP

Divisi SDM                 : Patricia Audrey R, S.H, M.Kn

Divisi Litbang          : dr. Eko Nugroho, Sp.KFR

Divisi Humas            : George Towar Ikbal Tawakkal, S.IP, M.Si

Divisi Pelayanan    : Ari Pratiwi, S.Psi, M.Si

Setelah usulan kebijakan dibuat, langkah selanjutnya adalah pengesahan kebijakan. Tim advokasi mengajukan draft Surat Keputusan Rektor, yang berisi profil dan personalia PSLD UB seperti yang tergambar diatas pada tanggal 27 Pebruari 2012,  rancangan tersebut kemudian disahkan pada tanggal 19 Maret 2012.

Setelah PSLD UB disahkan, proses perumusan kebijakan terkait penerimaan mahasiswa baru penyandang disbailitas, diserahkan kepada PSLD UB. Pada tanggal 22 Maret 2012, PSLD mengadakan rapat untuk membahas seleksi penerimaan mahasiswa baru penyandang disabilitas. Rektor memutuskan bahwa akan dibuka seleksi masuk untuk penyandang disabilitas, yaitu Seleksi Program Khusus Penyandang Disabilitas (SPKPD). Pada perumusan kebijakan tersebut, PSLD UB mengalami sedikit dinamika. Pada awalnya, Keputusan Rektor untuk mengesahkan SPKPD tidak sesuai dengan harapan awal PSLD, karena SPKPD masih segregatif dan diskriminatif. Untuk itu, PSLD mengadakan pertemuan kembali dengan Rektor UB pada tanggal 27 Maret 2012.  Pertemuan tersebut bertujuan agar Rektor UB bersedia untuk merubah keputusannya. Akan tetapi, keputusan Rektor UB sudah bulat, Rektor memilih SPKPD, karena SPKPD dianggap memberikan peluang yang lebih besar bagi penyandang disabilitas untuk mendaftar, lebih efektif karena sasarannya adalah penyandang disabilitas, kebutuhan penyandang disabilitas dapat dikoordinir dengan lebih mudah, persaingan terjadi antar penyandang disabilitas. Kemudian Rektor UB juga mengatakan bahwa:

 “SPKPD bukan sebuah diskriminasi bagi penyandang disabilitas, sama halnya dengan Program Bidik Misi dan Penjaringan Siswa Berprestasi (PSB), yang diperuntukkan khusus bagi calon mahasiswa yang tidak mampu dan yang memiliki prestasi baik di bidang akademik ataupun non akademik” (wawancara dengan Rektor UB pada tanggal 27 Maret 2012, di Ruang Rektor UB oleh ).

Demikianlah perjalanan pembentukan Pusat Studi dan Layanan Disabilitas Universitas Brawijaya (PSLD UB) untuk menuju kampus inklusif yang resmi didirikan pada 19 Maret 2012. Namun semuanya tidak berhenti disitu karena PSLD UB yang baru saja terbentuk masih memiliki banyak kekurangan seperti belum adanya ruangan khusus untuk PSLD UB, kurangnya intensitas pertemuan pengurus, perbedaan prinsip antar anggota, sehingga seringkali keputusan sulit diambil. Tetapi seiring berjalannya waktu sekarang PSLD UB telah memiliki kantor sendiri yang bertempat di Gedung Senat Rektorat lantai 1 Universitas Brawijaya Jalan Veteran, Malang 65145, Jawa Timur – Indonesia. Tidk berhenti disini, PSLD UB terus meningkatkan mutu dengan melengkapi fasilitas-fasilitasnya serta meningkatkan mutu sumber daya manusianya.

Sumber:

Rizky, Ulfah Fatmala. 2012. “Kebijakan Kampus Inklusif Bagi Penyandang Disabilitas (Studi tentang Advokasi Kebijakan Kampus Inklusif di Universitas Brawijaya)”. Skripsi. Malang:Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

 

Open chat
1
Need help?
CDS UB
Hello, can we help you?